Seringkali kita dimintai doa oleh sahabat-sahabat kita. Ada yang berharap agar
lulus dari ujian, ingin segera mendapatkan jodoh, dapat membina keluarga
sakinah, atau yang lainnya.
Kadang doa itu kita panjatkan dan banyak di antaranya malas atau lupa kita
melafazkannya. Kita hanya berujar kepada mereka, “Saya hanya bisa mendoakan
kamu.” Tetapi kita tidak benar-benar mendoakannya. Kita hanya bisa menyenangkan
hatinya dengan kata-kata yang singkat itu.
Tidakkah kita sadari bahwa, orang-orang yang membutuhkan doa dari kita pasti
sangat ingin mendapatkan apa yang diinginkannya itu? Namun seringkali kita
tidak menindaklanjuti permintaan itu dengan tengadah tangan menghadap Allah.
Ketika akhirnya sahabat kita gagal mendapatkan apa yang diinginkannya, kita
hanya bisa mengatakan, “Sabar ya, Insya Allah semua ini ada hikmahnya.” Kita
mengatakan itu seolah-olah kita telah membantunya secara maksimal.
Sahabatku, sesungguhnya dengan cara seperti itu kita belum termasuk orang-orang
yang membahagiakan sahabat kita. Atau mungkin kita termasuk orang-orang yang
iri dan dengki ketika melihat sahabat kita bahagia dan berhasil?
Duhai, betapa celakanya kita disebabkan oleh kedustaan kita. Mulut kita
mengatakan, “Saya akan mendoakanmu.” Namun ucapan itu tidak pernah terealisasi
nyata. Bukankah hal itu tidak ada bedanya dengan mulut-mulut para pendusta?
Sahabatku, para ulama salaf mendoakan sahabat-sahabatnya sekalipun tidak
diminta. Mereka menyebut satu persatu nama sahabatnya dalam doa-doa panjang
mereka. Mereka ingin melihat kebahagiaan sahabatnya di dunia maupun akhirat.
Mereka ingin sama-sama masuk surga. Jika mereka melihat sahabatnya bahagia,
mereka turut bahagia tanpa ada iri dan dengki di dalamnya. Jika melihat
sahabatnya sedih, mereka segera membahagiakannya dan mendoakannya dikeheningan
malam dengan linangan airmata, agar Allah memberinya kesabaran dan meringankan
beban penderitaannya.
Ketika Allah menurunkan rahmat untuk sahabatnya itu, ia sama sekali tidak
mengatakan kesana kemari, “Aku yang mendoakan kamu sehingga kamu begini.” Ia
hanya mengatakan, “Alhamdulillah, saya sangat senang melihat engkau kini
bahagia.” Ia mengucapkannya dengan setulus hati dan merasakan betapa dekat
pertolongan Allah itu.
Wahai sahabatku, sudahkah Anda membahagiakan orangtua Anda, sahabat-sahabat
Anda, dan kaum muslimin yang membutuhkan pertolongan Anda, walaupun hanya
dengan bait-bait doa yang khusyu' dikeheningan malam?
Renungkanlah...
Sumber: http://abufarras.blogspot.com
p/s: kdg2 aku juga begini..menjanjikn harapan palsu..ya Allah...besar sungguh pendustaanku ini..moga kau ampuni daku..
No comments:
Post a Comment